Rabu, 23 November 2011

Phoenix dalam Mahkota Negeri Azura

Judul : Phoenix dalam Mahkota Negeri Azura

Pengarang : A. M. K. Narongkrang

Penerbit : VoilaBooks (PT. Mizan Publika)

Tahun Terbit : 2005

Tebal Buku : 531 halaman

Harga Buku : Rp 54.000,00



Berawal dari tugas resensi novel yang dikasih guru bahasa Indonesia, saya baca buku ini. Berhubung gurunya ga ngebolehin buat ngerensi novel terjemahan (harus penulis Indonesia), jadi saya nyari novel genre yang saya sukai (fantasi) tapi penulisnya dari Indonesia di taman bacaan dan buku ini adalah satu dari sedikit banget novel bergenre fantasi karya penulis Indonesia. Berhubung (lagi) resensi awalnya buat tugas, jadi bahasanya buat resensi yg ini lebih formal. but please, enjoy :)


Novel fiksi fantasi yang beredar di Indonesia hingga saat ini hampir seluruhnya merupakan novel terjemahan. Sedikit sekali novel fantasi karya penulis Indonesia yang ditemukan di pasaran. Salah satunya adalah Phoenix dalam Mahkota Negeri Azura. A. M. K. Narongkrang, sang penulis berencana untuk menjadikan Phoenix dalam Mahkota Negeri Azura sebagai novel pertama dalam pentalogi Phoenix.

Jika dibandingkan dengan novel fantasi lainnya novel ini masih tergolong biasa saja, meskipun imajinasi penulis sudah bagus. Latar sosial kehidupan di Indonesia yang dalam dunia fantasi di buku ini memberikan rasa tersendiri ketika kita membacanya.Tema novel ini sudah cukup lumrah, yaitu seseorang yang sebetulnya merupakan orang besar dan penting, namun jati dirinya dirahasiakan oleh pihak-pihak tertentu hingga akhir cerita. Alur ceritanya agak membosankan karena isi novel terkesan bertele-tele dan tidak fokus.

Phoenix merupakan anak dari Alba Ragoes, pengusaha kayu di daerah terpencil Negeri Mayorats. Ibunya Wetty se-lalu bersikap jahat terhadap Phoenix, karena ia adalah anak yang dipungut oleh Alba Ragoes entah di mana. Alba dan Wetty memiliki seorang anak kandung, Shahasika. Wetty, perempuan yang selalu marah dan mengeluh, lebih menyayangi Shahasika.

Masalah dimulai saat Alba sekeluarga beserta teman Shahasika dan Phoenix—Eaton dan si kembar, Laryna dan Shalley—pergi ke rumah Madam Havilah, nenek Phoenix dan Shahasika di Negeri Basikal. Mereka semua tengah berada di rumah Madam Havilah ketika mereka mendengar bahwa dusun tempat mereka tinggal mengalami kebakaran hebat dan Alba serta Wetty menjadi tersangka dalam kasus kebakaran tersebut.

Kehidupan Phoenix dan Shahasika menjadi tak menentu. Mereka berpindah-pindah tempat dan mengalami berbagai petualangan bersama Eaton, Laryna dan Shalley yang juga mengalami hal yang sama (orang tua mereka telah dituduh sebagai tersangka kasus kebakaran hebat dusun mereka).


“Yang Mahakuasa itu adalah Tuhan...”

“Tuhan? Siapa dia?” sela Eaton dengan kelopak mata semakin menyipit.

‘Siapakah Tuhan?’ sebetulnya merupakan amanat pokok dalam novel ini. Amanat tersebut dimunculkan secara tersurat melalui nasihat yang disampaikan oleh Alba Ragoes, Bhagala dan Prof. Jahmur pada Phoenix dkk. Pesan yang ingin disampaikan penulis memang betul-betul tersampaikan. Namun, pemikiran dan pengalaman tentang keagamaan yang ingin penulis selipkan peda novel ini nyatanya terlalu banyak, sehingga membuat tokoh-tokoh terkesan sok tahu.

Detail kehidupan pada latar novel—Dunia Maya—sangat baik dan termasuk segar. Penulis mengawinkan budaya Indonesia dengan imajinasinya, sehingga terciptalah beberapa benda unik yang terdapat pada novel. Mulai dari transportasi, yaitu angkot cempana. Penulis juga mengganti barang-barang modern dengan burung, diantanranya burung pengirim pesan, penyuara waktu, penyiar kabar dan kendaraan burung. Nama makanan pun diambil dari nama hantu-hantu di Indonesia, seperti susu manis kuntilanak, es pocong dan daging bakar genderuwo.

Sayangnya, pendeskripsian benda-benda yang sangat baik tidak disertai dengan pendeskripsian tokohnya. Penokohan Phoenix semu dan kurang kuat. Phoenix, si tokoh utama, digambar-kan sebagai anak istimewa pada awal cerita, namun pada pertengahan cerita, terutama saat Phoenix dkk. bepergian dari satu tempat ke tempat lain, Phoenix menjadi sama seperti tokoh lain-nya yaitu Shahasika, Eaton, Laryna dan Shalley. Penokohan yang buruk ini akhirnya memengaruhi akhir cerita yaitu saat Phoenix secara tiba-tiba diangkat menjadi pangeran Negeri Azura. Efek terhormat, pahlawan dan kehebatan Phoenix yang ingin ditampilkan pada akhir cerita menjadi tidak terasa karena des-kripsi dan pemilihan kata-kata yang kurang bagus.

Bagian akhir cerita terasa terburu-buru. Masalah-masalah kecil yang terdapat pada novel mengalihkan masalah utama. Masalah utama menjadi terlupakan. Melalui ulasan ini, terlihat bahwa penulis ingin menonjolkan terlalu banyak hal. Ketika semua hal telah dituangkan ke dalam cerita, seluruh hal tersebut justru menjadi semu. Bahasanya cukup ringan. Sayangnya, beberapa kesa-lahan cetak masih ditemukan, salah satunya yaitu tidak ada tanda kutip pada dialog antar tokoh.

Novel Phoenix dalam Mahkota Negeri Azura cocok untuk anak-anak dan pembaca yang menyukai fantasi petualangan. Dunia Phoenix yang dibuat menarik dan petualangan Phoenix dkk. dari awal hingga akhir cerita membuat novel ini cukup layak untuk dibaca.

5 komentar:

  1. minta link download novelnya gan

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah, maaf baru respon gan. sementara ini saya belum punya pdf nya karena saya baca langsung. kalau ada link nya saya kabari lagi :)

      Hapus
  2. Balasan
    1. wah, maaf baru respon. sementara ini saya belum punya pdf nya karena saya baca langsung. kalau ada link nya saya kabari lagi :)

      Hapus
  3. buku kedua ini kapan yah terbit. mungkin novel fantasi di Indonesia belum sekeren di luar. tapi aku pada dasarnya menikmati. cuma sayang novel-novel fantasi indonesia seperti yang satu ini belum ada kelanjutannya.

    BalasHapus